Ini adalah hari
pertama ku masuk di sekolah dasar. Senangnya hati ini, karena tak
banyak anak seusia ku dapat bersekolah. Dengan diantar oleh bapak,
aku masuk kedalam ruang kelas lalu duduk di kursi kecil milik siswa
yan telah disediakan. Sedkitdemi sedikit, terlihat pula anak-anak
lainnya juga mengenakan baju kemeja putih tanpa bet dan bawahan
merah, mereka mulai memenuhi ruang kelas dengan didampingi oleh bapak
atau ibuk mereka.
Seorang perempuan
cantik yang terlihat masih muda berseragam biru tua, masuk kedalam
ruang kelas dengan sopannya dan menyapa kami, lalu ia duduk di bangku
guru. Pandangan kami seua terjuru padanya. Di hadapan kami semua ia
mulai menyampaikan sesuatu.
Guru :
assalamualaikum, warahmatullahi wabarokatuh..
Orang2 :
waalaikumsalam, warahmatulahi wabarokatuh..
Guru : perkenalkan, nama saya adalah iis Fadilah,
saya adalah guru pengajar di sekolah Garuda ini. Saya ucapkan
terima kasih banyak telah mempercayai sekolahkami untuk menitipkan
putra-putri bapak ibu sekalian, dengan bantuan bapak dan ibu
sekalian, kita akan dapat membentuk generasi Madura yang berkualitas
dan berpotensi. Nah, anak-anakku sekalian, salam kenal, kalian boleh
panggil ibu dengan sebutan bu iis. Sebelum kita mulai belajar,kalian
harus berjanji kepada ibu untuk tidak malas belajar ya?
Anak2 : iya, bu..
Guru : sekarang silakan pamit, salim ke orang
tuanya masing-masing karena setelah ini, kita akan melakukan upacara
bendera. Bapak dan ibu sekalian di persilakan meninggalkan tempat.
Ku lihat sekeliling
ku, anak-anak itu bersaliman ke oran tua nya masing-masing. Karena
asyik melihat-lihat aku sampai lupa bersaliman ke bapakku sendiri.
Digenggamnya tangan kanan ku oleh tangan kanannya lalu diarahkannya
kehidungku (Salim). Lalu mereka mulai keluar kelas. Bu iis
mengarahkan kami untuk menuju ke halaman sekolah. Aku terheran, apa
maksudnya upacara bendera?.
Saat sampai di
halaman sekolah, terlihat bapakku sedang melambai padaku, sepertinya
ia sangat senang sekali melihat aku anaknya bersekolah.
Beberapa anak
lainnya keluar dari dalam kelas. Dengan bet bertuliskan angka 5, ada
yang 3, ada yang 4, dan 2. Siapa mereka, kok tidak diantar orang
tuanya? Apa mereka menginap di sini? Ataukah mereka yatim piatu?
Pertanyaanku belum
terjawab, karena memang tak ku ajukan ke orang lain, melainkan hanya
ku pendam dalam hati, menunggu aku menemukan jawabannya sendiri.
Aku dan anak-anak
yang tadi seruangan dengan ku, di tata berdiri kami sehingga kami
baris dengan tertib. Lalu mulai ada komando dari salah satu orang,
dan mulai bertingkah mereka di sebuah tiang, aku tak tahu maksud
mereka, aku hanya melihat. Bendera putih dibuka,dan salah seorang
berseru.
Orang : kepada sang
merah putih, hormat grak !!
Lalu bu iis menyuruh
kami untuk hormat menghadap bendera itu. Semakin bingung aku, warna
bendera itu kan bukan merah putih, tapi merah kejinggaan dan putih
kekuningan (mangkak). Belum banyak yang aku tahu soal ini. Keluarlah
ekspresi bingung ku lalu aku tersenyum, karena ini kan jadi hal yang
menyenangkan.
*****
(Beberapa tahun
kemudian)
Pagi berganti malam
dan tahun-tahun terus berjalan, aku yang dulunya duduk di bangku
kelas 1 sekarang sudah menjadi siswa yang duduk di bangku kelas 2 SD.
Selama setahun belakangan aku selalu menjadi siswa yang juara kelas,
nilai tugas maupun ujian ku selalu mendapat nilai bagus. Sempat aku
ditawarkan jabatan ketua kelas, namun aku menolaknya karena kata
bapak itu akan menambah kesibukan dan mengurangi jam belajar ku di
kelas.
Di sofa yang
beberapa sisi pada kainnya robek, bapakku sedang asyik membaca Koran
dan duduk disebelahnya adalah ibuku.
Aku :
assalamualaikum..
Ortu :
waalaikumsalam..
Bapak : sudah pulang
nak?
Aku : sudah pak. Loh
kok bapak di rumah? (duduk disamping bapak).
Jelas saja aku
terheran, tak biasanya bapak ada di rumah saat aku pulang sekolah,
bahkan sampai malam benar bapak baru pulang.
Bapak : iya, bapak
ingin menghabiskan waktu bersama kalian berdua..
Aku : ohh.. (sambil
melepas kaos kaki)
Ibu : gimana
sekolahnya tadi, nak?
Aku : capek buk,
tapi seru..
Ibu : ibu buatkan
makan siang dulu ya?
aku : iya buk, makasih.. Oh iya, pak. Aku minta dibelikan buku bacaan baru dong..
aku : iya buk, makasih.. Oh iya, pak. Aku minta dibelikan buku bacaan baru dong..
bapak : memangnya
disekolah tidak ada buku bacaan ya?
Aku : hemm, ada sih
pak?
Bapak : ya baca buku
yang ada di sekolah aja, nak..
Aku : tapi, jelek
pak..
Bapak : ya tetap
dibaca aja, nak. Semua buku itu ada ilmunya..
Aku : oh gitu, iya
deh pak..
(Ibu datang dengan
membawa makan siang)
Aku : huh, apa itu
bu? Wiih baunya enak..
Ibu : ini makanan
kesukaanmu, ayo buruan ganti bajunya kita makan bareng-bareng..
Aku : iya buk..
Bapak dan ibu
kembali membaca Koran bersama, ternyata mereka sedang mencari
lowongan pekerjaan untuk bapak yang baru saja di phk dari kantornya
karena bangkrut. Karena tak ingin membuat anak satu-satunya kecewa
mereka pun merahasiakan hal itu. Tak lama kemudian mereka menemukan
suatu pekerjaan yang cocok, namun lokasinya di pulau seberang alias
Surabaya. Tak lama kemudian pula, putra mereka datang lalu langsung
duduk diantara mereka. Mereka pun makan siang bersama.
****
Pagi ini aku sengaja
minta diantar bapak dengan lebih pagi, supaya aku dapat mencari buku
bacaan di kelas. Sampai di kelas,tas punggungku ku letakkan diatas
meja ku. Mendekati meja bu iis, lalu ku buka laci meanya yang tak
terkunci, namun tak kutemui satupun buku bacaan. Belum sempat ku buka
laci meja yang lain, suara bu iis mengalihkan pandaganku.
Bu iis : sedang apa,
nak?
Aku : mencari buku
bacaan, buk?
Bu iis : memang kita
kekurangan buku bacaan, nak. Seandainya saja ada, kamu boleh baca
buku apapun sesukamu.
Aku : iya, buk..
Bu iis : ya sudah,
ibu ke ruang kepala sekolah dulu ya?
Aku : iya, buk..
Tas bu iis yang
sengaja di letakkan di mejanya saat itu, membuat aku berpikir untuk
mencari tahu apakah ada sebuah buku di sana. Sebenarnya tidak begitu
yakin untuk melakukannya, tapi kata bu iis “seandainya saja ada,
maka aku boleh baca buku sesuka ku”, ya ku cari saja.
Ternyata ada sebuah
buku berukuran lebih kecil dari buku tulis ku. Ku buka, lalu ku baca.
Aku : sabtu malam di
kamar sendirian, bertemankan sang rembulan yang juga sama sendirian.
Hampir dua puluh lima tahun aku terbuka di dunia, namun tak
sedikitpun ku rasakan hangatnya perasaan cinta.. ha? Buku apa ini?
Bukunya agak uang,
dengan tulisan tangan yang sedikit mirip dengan paraf bu iis. Aku
tak tertarik sama sekali. Mungkin karena isi bacaannya. Aku bingung,
ilmu macam apa yang ditulis di sini.
Ku letakkan kembali
buku itu. Lalu kembali duduk di bangku ku.
*****
Hari yang cerah, aku
sampai di sekolah dengan diantar ibu ku. Bu iis telah duduk di
mejanya dan saat aku masuk ke dalam kelas, kami memulai kegiatan
belajar seperti biasanya. Hari ini cuaca lebih panas, dan mungkin
karena itulah pikiranku melayang tak fokus dengan pelajaran yang
disampaikan oleh bu iis. Padahal aku duduk di bangku paling depan,
namun sesuatu seperti menutupi pandangannku, aku sama sekali tak tahu
hal apa yang disampaikan oleh ibu guruku tersebut.
Tibanya pandanganku
teralihkan oleh sesosok pria yang tingginya sama seperti bapakku,
namun aku tak begitu penasaran, paling-paling itu orang lain. Semakin
ia berjalan mendekati bu iis yang masih belum menyadari kehadirannya,
semakin aku tak mau tahu, namunn benar ku rasakan hentak perlahan
kakinya yang berjalan. Ku tutup mataku, dan ku palingkan kepalaku ke
arah kiri, membayangkan jikalau orang itu adalah bapakku. Tapi mana
mungkin, jam segini kan bapak bekerja.
Obrolan batinku
terpecah, kala bu iis memanggilku. Dan terkejutnya hati ini, melihat
bapakku yang berdiri disamping bu iis, tengah memandangku dengan
senyuman lebar.
Bapak : permisi,buk.
Guru : silakan pak.
Bapak mengajakku
keluar kelas. Suasananya hening. Padahal bapak berhiaskan senyum
diwajahnya, tapi aku kok tak tersenyum sama sekali, seperti ada
sesuatu yang mencegahku. Aku justru terheran,kenpa bapak dating
kemari, perasaanku tak enak.
Duduklah kami di
bawah pohon, dan mulai berbincang.
Bapak : kamu kenapa,
nak? Tak enak badan?
Aku : tidak pak..
Bapak : lalu kenapa
paras mu seperti itu?
Aku : heran aja,
pak. Ada perlu apa bapak kemari? Bapak tidak pergi bekerja?
Bapak : loh, kamu
tak senang jika bapak mengunjungimu ke sekolah?
Aku : bukannya
begitu, pak. Aku senang sekali, namun perasaanku gak enak. Pasti
bukan sembarang hal bapak kemari.
Bapak : bagaimana
kamu tahu?
Aku : ya, begitulah
pak..
Bapak : tapi ini
kabar baik, nak..
Aku : apa itu, pak?
Bapak : bapak
mendapatkan pekerjaan baru..
Aku : yang di pabrik
itu, berarti..
Bapak : iya, bapak
sudah tak bekerja disana.
Aku : kenapa, pak?
Bapak : di phk,
nak.. pabriknya bangkrut..
Aku : lalu,
pekerjaan baru yang bapak bilang tadi, dimana?
Bapak : di terminal
bis kota. Di Surabaya..
Aku : jauhnya, pak..
nanti bapak pulangnnya jam berapa?
Bapak : bapak tak
pulang..
Aku : pak..
Dadaku seakan
teremas, napasku tak lancar. Terkejut, dan tak suka. Air mata menetes
tanpa ku pandu, mereka turun melewati pipiku dan terbasuh oleh tangan
bapak. Benar sudah apa yang ku rasakan sebelumnya. Firasat buruk
terjadi. Pandanganku melayang memikirkan apa jadinya aku melewati
hari-hari tanpa bapakku.
Bapak : nak.. bapak
pasti pulang.. pasti!
Aku : tapi kapan
pak?
Bapak : nanti kalau
sempat.. Bapak sayang sekali sama kamu. Kamu jangan nakal ya, yang
berbakti sama ibuk. Sekolahnya yang sungguh-sungguh. Bapak ingin kamu
jadi orang yang besar, jangan jadi kayak bapak, Cuma sekedar sopir
bis..
Ku peluk erat
bapakku, dan digendongnya aku menuju kelas. Lalu aku duduk di bangku
ku. Ku tundukkan kepala ku, tak mau teman-teman menyadari akan
tangisan ku.
Di ciumnya kepala
ku, lalu dapat ku rasakan hentak kakinya yang perlahan menjauh. Namun
semakin ku rasakan, semakin mataku terpejam dan dalam pikiran ku
membayangkan betapa sulitnya hidup tanpa kehadiran bapak disetiap
hariku.
Kala suara motornya
terdengar, detak jantungkupun semakin berdenyut kencang, aku semakin
tak kuasa. Tak ku pedulikan bu iis da kawan-kawanku yang sedang asyik
belajar, dan ku berlari menghampiri bapakku berharap ia masih belum
pergi. Benar bahagianya diriku saat kedua bola mata ini melihat sosok
bapak yang masih belum beranjak pergi.
Aku : bapak..
Sangat ku ingat
waktu itu, teriak ku dengan lepasnya. Serta tangis yang terluapkan.
Perasaan takut seorang anak, jika akan di tinggal oleh bapaknya.
Bapak : nak, jangan
begitu. Bapak cuman bekerja, sama seperti biasanya. Hanya saja kali
ini bapak tidak sering tidur di rumah. Begitu saja.. jangan
menangis..
Aku : jangan pak.
Aku tak ingin tidur tanpa bapak di rumah..
Bapak : bapak juga,
nak. Bapak juga tak ingin tidur jika tak di rumah. Tapi bapak tak
bisa memilih, bapak bekerja demi kamu dan ibu mu.. juga demi bapak
juga..
Aku : bapaak..
Bapak : sudah sana
sama bu iis..
Bu iis mendekati
kami, dan mulai memegang bahuku yang lebih rendah. Seakan dia
mengajakku untuk kembali ke kelas.
Bu iis : anak ini
akan jadi anak yang membanggakan, pak..
Bapak : saya titip
ya, buk..
Bu iis : iya,pak.
Saya akan berusaha..
Aku : bapak kapan
pulangnya?
Bapak : bapak juga
tidak tahu, nak.. bapak mungkin hanya bias kirim uang dan pulang saat
lebaran tiba.. kamu sekolah yang pintar ya.. nanti bapak kirim buku
bacaa ya..
Bu iis : ayo kembali
ke kelas..
Sentuhan halus bu
iis mulai membuatku tenang. Ku cium telapak tangan kanan
bapakku,hikmat sekali. Aku akan sangat merindukanmu wahai bapakku
sayang.
Mesin motor yang
tadinya dimatikan, saat itu dinyalakan kembali. Namun kali ini, suara
motornya tidak membuat jantungku berdenyut kencang, melainkan doa dan
harapan yang mengalir deras dalam pikiranku. Berangkatlah wahai
bapakku sayang, pulanglah dengan segera dan selamat. Aku akan
berjuang demi harapan mu pula.
Berputarlah kedua
roda motor itu, bapakku berangkat sudah. Aku dan bu iis memandangnya
sampai tak terlihat, memastikan kepergiannya. Lalu kami kembali ke
dalam kelas dengan bu iis yang masih memegang bahuku.
*****
Sudah hampir
seminggu ini aku tidak merasakan kehadiran bapak di rumah, hanya ada
aku dan ibu. Pagi ini adalah hari minggu, aku hanya berdiam diri di
rumah. Terlamun membayangkan kehadiran bapak di rumah.
Ibu : nak, ini ada
buku kiriman dari bapak..
Aku : ha? Mana,
buk?
Ibu : ini, sayang…
Sebahagia apapun
aku, tetap saja tak akan sempurna tanpa kehadiran bapak di samping
ku.
Aku : kapan bapak
mengantarnya, buk?
Ibu : bukan bapak
yang mengantar, tapi dititipka ke pak samsul. Seandainya saja bapak
sendiri yang mengantar, maka ibu akan sangat senang, nak. Karena ibuk
sangat rindu bapakmu..
Aku : aku juga rindu
bapak, buk..
Memikirkan betapa
sulitnya tinggal berdua tanpa bapak. Ia pasti juga sangat merindukan
aku dan ibu.
Pelukan ibu
membuatku semakin terengah, semakin merasakan kesedihan seorang anak
yang merindukan bapaknya.
*****